Air Mata Tinta
//Renungan, rintihan, bualan, khayalan, mimpi, kenangan, ekspresi kecintaan, dan hal-hal yang tak bisa membuat tidurku lelap...//

Segalanya Bukan Punya Kita

06.25

Suatu hari Kakek Thoyib sakit parah, sehingga untuk berjalan pun harus digendong. Merasa khawatir dengan kondisi ayahnya, anaknya pun kemudian menanyakan perihal tanah warisan.

“Ayah sebelum hal terburuk terjadi aku ingin tahu, dari mana dan sampai mana saja batas tanah yang ayah punya?” ujarnya.

Kakek Thoyib pun berusaha bangun dari tempat tidurnya, kemudian sang anak menggendong Kakek Thoyib menuju tanah yang di maksud. Setelah menempuh jalan satu kilometer di persawahan.

“Yang mana tanah kita ayah?” kata si anak.

Kakek pun menjawab, “Dari sini sampai seratus meter ke depan itu…” belum selesai Kakek Thoyib berbicara anaknya memotong, “Punya kita yah?”

“Bukan,”

“Terus punya siapa?”

“Punya orang, nah baru dari seratus meter tersebut…”

“Punya kita yah,” sambung si anak.

“Bukan,”

“Terus?”

“Punya orang,”

“Nah… tanah sebelahnya lagi baru, ..”

“Punya kita?”

“Bukan,”

“Lalu, punya orang lagi?” ujar si anak mempertanyakan dengan nada tinggi.

“Alhamdulillah, kalau kau sudah mengerti, kalau semuanya bukan punya kita,” ujar Kakek Thoyib.

Read On 0 komentar

Melupakan Selain Tuhan

06.10

Keluarga Kakek Thoyib was-was, karena Kakek yang dikenal warga mempunyai kebiasaan nyeleneh itu tak tampak pulang kerumah setelah beberapa hari mencari kayu ke hutan. Kelurganya dan orang kampung mencari dimana dia berada.

Setelah dicari-cari berhari-hari. Akhirnya Kakek Thoyib pun ditemukan di atas gunung tengah hutan.

Lalu seorang anak pesantren yang sedikit tahu tentang agama bertanya, “Kakek sedang khalwat ya?”

“Bukan,”

“Terus,”

“Hanya belajar melupakan sesuatu selain Tuhan”

“Terus sudah bisa?”

“Alhamdulillah, buktinya, saya sudah lupa jalan pulang.”
Read On 0 komentar

Komentar Sahabat

Online

Berlangganan Via Email

Pengunjung

Sahabatku

Powered By Blogger