Suatu hari Kakek Thoyib sakit parah, sehingga untuk berjalan pun harus digendong. Merasa khawatir dengan kondisi ayahnya, anaknya pun kemudian menanyakan perihal tanah warisan.
“Ayah sebelum hal terburuk terjadi aku ingin tahu, dari mana dan sampai mana saja batas tanah yang ayah punya?” ujarnya.
Kakek Thoyib pun berusaha bangun dari tempat tidurnya, kemudian sang anak menggendong Kakek Thoyib menuju tanah yang di maksud. Setelah menempuh jalan satu kilometer di persawahan.
“Yang mana tanah kita ayah?” kata si anak.
Kakek pun menjawab, “Dari sini sampai seratus meter ke depan itu…” belum selesai Kakek Thoyib berbicara anaknya memotong, “Punya kita yah?”
“Bukan,”
“Terus punya siapa?”
“Punya orang, nah baru dari seratus meter tersebut…”
“Punya kita yah,” sambung si anak.
“Bukan,”
“Terus?”
“Punya orang,”
“Nah… tanah sebelahnya lagi baru, ..”
“Punya kita?”
“Bukan,”
“Lalu, punya orang lagi?” ujar si anak mempertanyakan dengan nada tinggi.
“Alhamdulillah, kalau kau sudah mengerti, kalau semuanya bukan punya kita,” ujar Kakek Thoyib.
Posting Komentar